BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dewasa ini sering terjadi
pengerusakan kawasan hutan lindung di berbagai wilayah di Indonesia. Hutan
lindung yang seharusnya menjadi daerah resapan air, kelestarian flora dan fauna
yang ada di dalamnya, dan lumbung oksigen dunia kini telah berubah fungsi
menjadi kawasan industri, perkotaan dengan gedung-gedung bertingkat, maupun
perkebunan yang kurang produktif hasil buminya. Oleh karena itu diperlukan
pemahaman tentang definisi hutan dan fungsinya. Hutan dalam
bahasa Inggris disebut forest berasal
dari akar kata foret (Perancis), silva atau forestis (Latin Pertengahan), yang berarti kayu yang berada di luar
dinding taman dan foris (Latin) yang berarti di luar (Neufeidt dan Guralink,
1996 : Bruening, 1996 dalam Suhendang, 2002). Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan:
„Hutan lindung adalah kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah.“
Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat
ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah
tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai bilamana
dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.
Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa
yang dimaksud sebagai kawasan hutan dalam pengertian di atas adalah:
„...wilayah tertentu yang ditunjuk
dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.“
Hutan lindung pengertiannya kerap
dipertukar-tukarkan dengan kawasan
lindung dan kawasan konservasi pada umumnya. Kawasan konservasi,
atau yang juga biasa disebut sebagai kawasan yang dilindungi (protected areas), lazimnya merujuk pada
wilayah-wilayah yang didedikasikan untuk melindungi kekayaan hayati seperti halnya kawasan-kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud oleh UU No
5/1990. Jadi, fungsinya jelas berbeda dengan hutan lindung.
Sedangkan
kawasan lindung memiliki pengertian yang lebih luas, di mana hutan lindung
tercakup di dalamnya. Keppres No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
menyebutkan:
„Kawasan Lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa
guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.“
di
mana mencakup (kawasan) hutan lindung sebagai:
„ ... kawasan hutan yang memiliki
sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.“
dan
memisahkannya dari bentuk-bentuk kawasan sempadan
pantai, sempadan sungai, serta sempadan waduk, danau, dan mata air. Undang-undang RI No 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya memuat perlindungan sistem penyangga kehidupan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kesatuan Pengelola Hutan
Batutegi Lampung bahwa kondisi hutan lindung itu makin memprihatinkan dan
hampir 76% dari total luas lahan hutan lindung di kawasan itu telah rusak atau
berubah fungsi. Kondisi ini sangat memprihatinkan bagi keberlangsungan
pengembangan energi terbarukan geothermal. Luas hutan lindung Batutegi sekitar
58.173 hektare. Kawasan tersebut terdiri dari tiga register yakni 39, 32 dan 22
yang berada dalam wilayah empat kabupaten, yakni Lampung Barat, Lampung Tengah,
Tanggamus, dan Pringsewu. Hampir 76% dari areal hutan yang berubah fungsi itu
digunakan untuk tanaman kopi. Saat ini, telah ada 28 kelompok hutan
kemasyarakatan yang siap dibina agar hutan kembali hijau. Pembinaan dengan
metode multiple cropping itu, selain
dapat memulihkan kondisi hutan, masyarakat juga akan memperoleh keuntungan
secara ekonomis. Namun metode yang digunakan saat ini monokultural, masyarakat
hanya menanam kopi dan dampaknya secara ekonomis dalam setahun hanya dapat
memanen sekali. Saat ini, masyarakat hanya membutuhkan sebuah pembuktian dengan
tanaman multiple cropping maka
kesejahteraan akan semakin meningkat. Dengan demikian, dalam jangka panjang
fungsi hutan akan kembali pulih dan pengembangan energi geotermal akan
berlangsung lebih lama.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah,
1. Bagaimana
mengalokasikan luas areal hutan sebagai daerah pengembangan energi terbarukan
geothermal di kawasan Hutan Lindung Batutegi dengan menggunakan Sistem
Informasi Geografis
2. Bagaimana
meningkatkan perekonomian masyarakat di kawasan Hutan Lindung Batutegi dengan
metode multiple cropping
I.3 Batasan Masalah
1. Penelitian
ini dilakukan di kawasan Hutan Lindung Batutegi, Propinsi Lampung
2. Penelitian
ini dilakukan terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan Hutan Lindung
Batutegi yang merasakan dampak langsung dari kerusakan hutan
3.
Penelitian ini dilakukan sebagai langkah
untuk memaksimalkan penggunaan energy geothermal (panas bumi) di kawasan Hutan
Lindung Batutegi
I.4 Tujuan
Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
merancang alokasi luas areal hutan sebagai daerah pengembangan energi
terbarukan geothermal di kawasan Hutan Lindung Batutegi dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis.
I.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan banyak
memberikan manfaat, yaitu membantu pihak-pihak yang terkait melalui solusi
tepat sasaran agar mampu memaksimalkan penggunaan sumber daya alam panas bumi
di Hutan Lindung Batutegi, Lampung.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan
beberapa referensi yang berhubungan dengan obyek pembahasan. Penggunaan
referensi ditujukan untuk memberikan batasan-batasan penelitian yang nantinya
dapat di kembangkan lebih lanjut, dengan mengacu kepada referensi yang
digunakan diharapkan pengembangan sistem nanti dapat melahirkan suatu sistem
baru yang belum ada pada referensi sebelumnya.
Wikipedia (2012) bahwa hutan lindung (protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar
fungsi-fungsi ekologisnya, terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah,
tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya.
(Neufeidt dan Guralink, 1996 : Bruening, 1996 dalam
Suhendang, 2002).
Ford-Robinson
(1971), dalam Soekotjo (1999) menyebutkan, hutan adalah landskap atau ekosistem yang luas
yang didominir oleh pohon dan flora berkayu lainnya yang tumbuh bersama dan relatif
rapat.
Helms (1998), dalam Suhendang (2002) meyebutkan,
hutan adalah ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon-pohon yang cukup
rapat dan luas, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beraneka ragam
sifat seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang
berhubungan. Pada umumnya mencakup padang rumput, sungai, ikan dan satwa liar.
Hutan mencakup pula bentuk khusus, seperti hutan industri, hutan milik, hutan
tanaman, hutan publik, hutan lindung dan hutan kota.
Sharma (1992), dalam Suhendang (2002) meyebutkan,
hutan adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominir oleh poho-pohon atau tumbuhan
berkayu lain, tumbuh secara bersama-sama dan cukup rapat.
Dari definisi pemerintah yaitu sistem kehutanan yang
didesain dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, rumahtangga
dan lingkungan lokal dan untuk mengembangkan ekonomi lokal (White Paper on Sustainable Forest
Development,Government of South Africa).
Dari definisi peneliti yaitu community forestry
berbasis pada penguasaan lokal atas, dan pemanfaatan keuntungan dari, sumberdaya
hutan lokal. Keuntungan-keuntungan itu bukan semata bersifat moneter, dan bukan
pula semata dari produksi kayu, namun dapat bervariasi menurut banyaknya nilai
manfaat yang bias didapat dari ekosistem hutan, termasuk nilai-nilai kultural,
spiritual, sosial, kesehatan, ekologis, rekreasional, estetika dan ekonomi (Curran
and M’Gonigle, 1997).
II.2 Landasan Teori
Energi panas Bumi adalah energi yang
diekstraksi dari panas yang
tersimpan di dalam bumi. Energi panas Bumi ini berasal dariaktivitas tektonik di
dalam bumi yang
terjadi sejak planet ini
diciptakan. Panas ini
juga berasal dari panas matahari yang
diserap oleh permukaan
Bumi. Energi ini
telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air) sejak peradabanRomawi, namun sekarang lebih populer untuk
menghasilkan energi listrik.
Sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik tenaga panas Bumi telah
dipasang di seluruh dunia pada
tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia. Energi panas Bumi
cukup ekonomis dan ramah lingkungan, namun terbatas hanya
pada dekat area perbatasan lapisan tektonik.
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial
(bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola
dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang
diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan
mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.
II.3 PROFIL KPHL MODEL BATUTEGI (PROVINSI LAMPUNG)
II.3.1 ASPEK WILAYAH :
A. Penetapan Wilayah KPHL dan KPHP tingkat Provinsi Lampung
Penetapan
wilayah KPHL dan KPHP Provinsi Lampung sesuai Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor SK.68/Menhut-II/2010 tanggal 28 Januari 2010 seluas ±
518.913 ha terdiri dari 9 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
seluas ± 277.690 ha dan 7 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
seluas ± 241.223 ha.
B. Penetapan KPHL
Model Batutegi:
Penetapan KPHL
Model Batutegi
di Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus
sesuai Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK.650/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010 seluas ±
58.162 ha, terdiri dari HL seluas ± 58.162 ha.
PETA KPHL MODEL BATUTEGI & FUNGSI KAWASAN HUTAN
C. Kondisi batas kawasan hutan
Letak geografis : 104°
20’ - 104° 50’ BT
05° 00’ - 05° 30’ LS
Batas–batas : Utara : Kabupaten Lampung Barat
Selatan : Kabupaten Tanggamus
Barat : Kabupaten Lampung Barat
Timur : Kabupaten Lampung Tengah
D. Kondisi
Penutupan Lahan
No
|
Penutupan
Lahan
|
Luas ± (Ha)
|
1
|
Hutan Lahan Kering Sekunder
|
10.085,75
|
2
|
Semak/Belukar
|
10.918,12
|
3
|
Savana
|
14,03
|
4
|
Danau
|
0,00
|
5
|
Pertanian Lahan Kering
|
979,43
|
6
|
Pertanian Lahan Kering Bercampur
Semak
|
36.175,32
|
Jumlah
|
58.172,65
|
Sumber
: Citra
Landsat tahun 2009
II.3.2 ASPEK KELEMBAGAAN
Sudah ada kelembagaan
A. Bentuk organisasi KPH Model
KPHL Model Batu Tegi berbentuk UPTD
B. Landasan pembentukan organisasi
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010.
C.
Struktur Organisasi
BAB
III
METODE
PENELITIAN
III.1 Diagram Alir Penelitian
Pelaksanaan penelitian
dijelaskan melalui diagram alir dibawah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar