PENDAHULUAN
Dalam sejarah Pendaftaran Tanah telah dikenal “kadaster”,
dimana istilah Kadaster berasal dari bahasa Latin Capitastrum yang berarti suatu “daftar umum” dimana diuraikan nilai
serta sifat dari benda-benda tetap.
Kadaster dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Tugas/fungsi
tertentu yang harus diselenggarakan oleh pemerintah.
b. Badan/organ
pemerintah yang harus menjalankan tugas tertentu.
Dengan adanya perkembangan dan modernisasi kehidupan
masyarakat, maka pengertian mengenai kadaster berkembang. Untuk hal ini
terdapat berbagai definisi yang kesamaannya menyebut 2 unsur yang harus
dipenuhi oleh suatu kadaster, yaitu:
a. Pendaftaran
atau pembukuan bidang-bidang tanah yang terletak di suatu daerah di dalam
daftar-daftar.
b. Pengukuran
dan pemetaan bidang-bidang tanah.
BENTUK KADASTER
Dalam perkembangan apa yang disebut Kadaster yang
dibedakan satu sama lain sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a. Kadaster
Pajak
b. Kadaster
Hak
KADASTER PAJAK
Kadaster Pajak diadakan untuk keperluan pemungutan pajak
atas tanah yang adil dan merata. Agar dapat secara adil dan merata dari wajib
pajak, apakah disini perlu diketahui luas tanah yang dijumpai oleh setiap wajib
pajak, maupun penggunanya, turun harga/nilai tanah ditentukan oleh luas tanah
dan penggunanya.
Jadi yang menjadi Objek Pajak Kadaster adalah
bidang-bidang tanah menurut penggunanya. Selanjutnya disebut “Bidang Tanah
Pajak”.
Batas-batas tanah pada peta kadaster pajak pada umumnya
merupakan batas-batas penggunaan dan
bukan batas-batas yang dapat dilihat dengan nyata dan pengukuran maupun
pemetaannya tidak memerlukan ketelitian yang tinggi.
Hal ini disebabkan karena nilai harga tanah hanya
didasarkan atas taksiran saja, yang diperlukan untuk menetapkan pajak.
KADASTER HAK
Kadaster Hak adalah suatu bentuk kadaster yang mempunyai
tujuan untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Dalam lalu lintas hukum
mengenai hak-hak atas tanah selalu timbul dua pertanyaan, yaitu:
a. Siapa
yang menjadi pemegang hak sebenarnya?
b. Berapakah
luas tanahnya dan dimanakah letak serta batas-batas bidang-bidang tanah yang
bersangkutan?
Pertanyaan itu akan muncul disebabkan orang yang secara
nyata mengenai suatu bidang tanah belum tentu orang yang berhak atas tanah itu,
dan letak serta batas-batasnya yang terlihat/ditunjukkan belum tentu yang
sebenarnya.
Untuk menjawab dari dua pertanyaan tersebut dangan pasti
oleh pemerintah perlu mengadakan sutu badan atau menunjuk suatu badan yang
bertugas memberikan jawaban atas kedua pertanyaan tersebut, dengan kata lain
badan tersebut bertugas menjamin kepastian hukum mengenai subjek hak, yaitu
pemegang hak dan objek hak atas tanah dimana tanahnya itu sendiri dengan
menguraikan dimana lebar, batas-batasnya dan luasnya. Beda yang diberi tugas
inilah yang disebut Kadaster Hak.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Kadaster Hak
adalah:
a. Kegiatan
dalam bidang Yuridis, yaitu pengumpulan data keterangan atau yang disebut
menginventarisir:
1) Hak
Atas Tanah, hal ini mengenai status hukum
dari bidang tanah.
2) Siapa
sebagai pemegang hak atas tanah, hal ini sebagai subjeknya.
3) Hak-hak
beban-beban lain yang ada di atas bidang tanah.
Dengan adanya kegiatan ini dapat diperoleh data mengenai
kepastian dari subjek hak atas tanah.
b. Kegiatan
dalam bidang Teknik Geodesi berupa pelaksanaan Pengukuran dan Pemetaan Tanah
dengan hasilnya berupa peta-peta kepemilikan tanah dan surat ukur. Dengan
demikian diperoleh kepastian tentang letak, batas dan luas bidang tanah yang
menjadi objek atas tanah.
c. Kegiatan
dalam bidang administrasi berupa pembukaan kegiatan tersebut di atas, dalam
bentuk daftar umum secara kontinyu dan
terus menerus.
d. Pemberian
surat-surat tanda bukti hak dan pemberian keterangan dan memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang berkepentingan mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan hak atas tanah seperti tercantum dalam daftar umum.
Agar lalu lintas hukum mengenai hak-hak atas tanah dapat
berjalan lancer, oleh pemerintah diselenggarakan suatu sistem Penyusunan
mengenai hak-hak atas bidang tanah, demikian meliputi:
a. Pengumuman
mengenai subjek hak atas tanah sebagai hasil dari kegiatan yang dilaksanakan,
dimana pengumuman dikenal sebagai memenuhi Asas Publisitet.
b. Pengumuman
mengenai letak, batas-batas dan luas bidang-bidang tanah yang dimiliki
seseorang dengan sesuatu hak, yaitu objek hak atas tanah sebagai hasil dari
kegiatan yang dilaksanakan dengan penggunaan dikenal sebagai memenuhi Asas
Specialitet.
Dengan dilaksanakan pengumuman ini, tercapai tujuan
Kadaster Hak, yaitu menjamin kepastian hukum demi hak-hak tanah, baik mengenai
subjek hak atas tanah maupun objek hat atas tanah.
Kepastian hukum yang diuraikan di atas belum tercapai
bila tidak diusahakan untuk meletakkan ketentuan-ketentuan hukum Pertanahan dan
ditambah Peraturan Perundangan jadi berbentuk hukum yang tertulis. Dengan
adanya hukumyang tertulis akan memudahkan masyarakat luas untuk mengetahui
bagaimana hukumnya secara pasti yang berlaku terhadap kasus-kasus yang
dihadapinya.
JAMINAN KADASTER HAK
Dengan diberikannya surat-surat tanda bukti hak atas
tanah sebagai alat pembuktian, maka Kadaster Hak ada dua macam sistem dari segi
jaminan, yaitu:
a. Sistem
negative
b. Sistem
positif
SISTEM NEGATIF
Pada sistem ini jaminan lebih kuat diberikan kepada
pemilik bidang tanah. Hal ini pemilik tanah dapat menggugat haknya atas
sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster, dan pihak ketiga tidak
mendapat perlindungan sekuat itu, akan tetapi kelemaham dari sistem ini
diimbangi oleh asas hukum yang umum, sehingga barang siapa yang bertindak
dengan iktikad baik akan mendapat perlindungan. Perlindungan ini ada di tangan
hukum yang dalam sengketa-sengketa di muka. Pengadilan akan menimbang berat
ringan kepentingan-kepentingan hukum yang saling bertentangan.
SISTEM POSITIF
Pada sistem positif ini jaminan yang diberikan lebih kuat
kepada yang memperoleh hak atau orang yang tercatat pada daftra umum. Itulah
pemilik yang pasti. Pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bahwa
suatu ketika mereka atau orang-orang yang tercatat pada daftar umum, akan
kehilangan haknya atau dirugikan.
Jadi pihak ketiga mendapatkan perlindungan mutlak, dan
bila ada pihak yang dirugikan maka dalam hal-hal tertentu mendapat pengganti
kerugian berupa uang. Tiap pendaftar dan peralihan hak dalam sistem positif ini
memerlukan pemeriksaan yang sangat teliti dan seksama, sebelum orang tersebut
didaftarkan sebagai pemilik.
Meskipun antara kedua sistem tersebut ada perbedaan
tetapi dalam sistem tersebut tidak mengakibatkan seseorang tidak berhak menjadi
berhak atas bidang tanah, atau membuat suatu yang tidak sah menjadi perbuatan
yang menurut hukum.
Sistem negative dipakai antara lain di Negara Belanda dan
Prancis, sedangkan sistem positif dipakai di Negara Jerman dan Swiss..
disamping kedua sistem yang disampaikan di atas, di banyak Negara dipakai sistem
yng mirip dengan sistem di atas antara lain sistem Tarrents dan sistem
Garundbuch. Tarrents antara lain dipakai Negara Australia dan Negara-negara
Amerika Selatan serta di daerah bekas koloni Inggris, sedangkan Grundbuch di
pakai di Siau (Thailand) dan Filiphina.
KADASTER DI INDONESIA
Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria pada
tanggal 24 September 1960, dualisme mengenai hukum agrarian di Indonesia jadi
hapus. Dengan undang-undang ini seluruh tanah dikuasai langsung oleh Negara,
dengan kata lain Negara sebagai organisasi kekuasaan Bangsa Indonesia pada
tingkat yang tertinggi mempunyai wewenang:
a. Mengatur
serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
atas tanah-tanah di Indonesia.
b. Menentukan
dan mengatur hak-hak yang dapat dimiliki atas tanah-tanah tersebut.
c. Menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum atantara orang-orang dan perbuatan hukum
atas tanah itu.
Oleh karena itu, Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal
19 menginstruksikan kepada pemerintah agar diseluruh wilayah kekuasaan
Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bersifat “rechts-kadaster”, yang
bertujuan menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Penyelenggaraan tugas
tersebut dibebankan kepada Jawatan Pendaftaran Tanah dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah no.10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai
landasan hukum pelaksanaan penyelenggaraan Pendaftaran Tanah.
Dalam garis besarnya, tugas tersebut meliputi:
a. Mengadakan
pengukuran dan pemetaan semua bidang tanah diseluruh Indonesia termasuk
penyelenggaraan tata usahanya.
b. Mendaftarkan
hak atas tanah serta peralihannya dan memberikan surat-surat tanda bukti hak
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 itu sendiri baru
dinyatakan berlaku pada tanggal 24 September 1961 di Jawa dan Madura. Selanjutnya
untuk daerah-daerah lain di luar Jawa akan ditetapkan lebih lanjut oleh
pemerintah secara berangsur-angsur. Hal ini mengingat akan keperluan
daerah-daerah yang bersangkutan serta banyaknya tenaga alat dan biaya yang
disediakan, seperti diketahui dari uraian terdahulu tenaga dan alat yang
tersedia pada Jawatan Pendaftaran Tanah sesaat sebelum berlakunya UUPA masih
sangat terbatas.
Sedangkan pekerjaan pengukuran dan pembuatan peta
merupakan suatu pekerjaan raksasa yang memerlukan biaya yang sangat besar serta
membutuhkan peralatan dan tenaga teknis yang tidak sedikit. Selanjutnya sistem pendaftaran
tanah di Indonesia diusahakan agar merupakan suatu sistem yang:
a. Sederahana
dalam pelaksanaannya
b. Sedapat
mungkin disesuaikan dengan hukum adat yang masih berlaku.
c. Mudah
dipahami oleh rakyat banyak
d. Dilakukan
desa demi desa yang merupakan unit pemerintahan yang terendah.
PERIODE ANTARA (TRANSISI) SESUDAH BERLAKUNYA UUPA DAN
SEBELUM BERLAKUNYA PP NO.10 TAHUN 1961
Periode ini diapat dinamakan periode peralihan, karena
selama waktu tersebut semua hak barat atas tanah harus dikonversi ke dalam
sesuatu hak yang disebut dalam UUPA. Penyelenggaraan pekerjaan ini dilakukan
oleh kantor-kantor dari Jawatan Pendaftaran Tanah di daerah. Pengkonversian hak
barat ke dalam suatu hak menurut UUPA dilakukan dengan mengingat akan macam hak
barat tersebut serta status dan kewarganegaraan pemegang hak yang diatur dalam
UUPA dan peratuan Menteri Agraria No.2 tahun 1960.
Tugas serta tatacara kadaster pada periode peralihan
tersebut adalah sama seperti sewaktu sebelum diundangkannya UUPA dengan Agraria
No.9 tahun 1959.
Hak-hak barat yang selama periode peralihan ini menjadi
objek peralihan atau perbuatan hukum lainnya dalam akta yang dibuat waktu itu
disebut dengan hak yang sesuai dari hasil penyelenggaraan konversi dengan
menyebutkan juga bekas dari hak barat tersebut. Misalnya hak milik (bekas hak eigendom
perponding no…). penyelenggaraan pendaftaran bekas hak barat tetap dilaksanakan
oleh badan-badan yang menyelenggarakan hal itu sebelum diundanmgjkan UUPA. Begitu
pula pendaftaran crediet verband
tetap diselenggarakan oleh pamong setempat, yaitu asisten wedana atau wedana.
PERIODE SESUDAH BERLAKUNYA PP NO.10 TAHUN 1961
Tujuan pemerintah mengadakan pendaftaran tanah (kadaster)
di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah untuk menjamin kepastian hukum. Jadi
jelaslah bahwa maksud pemerintah disini adalah penyelenggaraan adanya suatu rechts-kadaster. Pendaftaran tanah yang
dimaksud oleh Undang-undang disini meliputi:
a. Pengukuran,
pemetaan, dan pembukaan tanah
b. Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah
c. Pemberian
surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah harus juga
diperhatikan dengan seksama mengenai dasar pemulaannya dan cara pemeliharaan
selanjutnya.
Setidaknya meminta banyak pengorbanan yang berupa biaya,
tenaga, dan waktu. Justru akan mengakibatkan hal yang lebih parah lagi yaitu
jaminan kepastian hukum yang menjadi tujuan pemerintah dengan mengadakan
kebijaksanaan di bidang agrarian pada
umumnya tidak akan tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar