Sabtu, 27 April 2013

REVIEW I :: SURVEY KADASTRAL


PENDAHULUAN

Dalam sejarah Pendaftaran Tanah telah dikenal “kadaster”, dimana istilah Kadaster berasal dari bahasa Latin Capitastrum yang berarti suatu “daftar umum” dimana diuraikan nilai serta sifat dari benda-benda tetap.
Kadaster dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Tugas/fungsi tertentu yang harus diselenggarakan oleh pemerintah.
b.    Badan/organ pemerintah yang harus menjalankan tugas tertentu.
Dengan adanya perkembangan dan modernisasi kehidupan masyarakat, maka pengertian mengenai kadaster berkembang. Untuk hal ini terdapat berbagai definisi yang kesamaannya menyebut 2 unsur yang harus dipenuhi oleh suatu kadaster, yaitu:
a.    Pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah yang terletak di suatu daerah di dalam daftar-daftar.
b.    Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.

BENTUK KADASTER

Dalam perkembangan apa yang disebut Kadaster yang dibedakan satu sama lain sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a.    Kadaster Pajak
b.    Kadaster Hak

KADASTER PAJAK

Kadaster Pajak diadakan untuk keperluan pemungutan pajak atas tanah yang adil dan merata. Agar dapat secara adil dan merata dari wajib pajak, apakah disini perlu diketahui luas tanah yang dijumpai oleh setiap wajib pajak, maupun penggunanya, turun harga/nilai tanah ditentukan oleh luas tanah dan penggunanya.
Jadi yang menjadi Objek Pajak Kadaster adalah bidang-bidang tanah menurut penggunanya. Selanjutnya disebut “Bidang Tanah Pajak”.
Batas-batas tanah pada peta kadaster pajak pada umumnya merupakan batas-batas penggunaan  dan bukan batas-batas yang dapat dilihat dengan nyata dan pengukuran maupun pemetaannya tidak memerlukan ketelitian yang tinggi.
Hal ini disebabkan karena nilai harga tanah hanya didasarkan atas taksiran saja, yang diperlukan untuk menetapkan pajak.

KADASTER HAK

Kadaster Hak adalah suatu bentuk kadaster yang mempunyai tujuan untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Dalam lalu lintas hukum mengenai hak-hak atas tanah selalu timbul dua pertanyaan, yaitu:
a.    Siapa yang menjadi pemegang hak sebenarnya?
b.    Berapakah luas tanahnya dan dimanakah letak serta batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan?
Pertanyaan itu akan muncul disebabkan orang yang secara nyata mengenai suatu bidang tanah belum tentu orang yang berhak atas tanah itu, dan letak serta batas-batasnya yang terlihat/ditunjukkan belum tentu yang sebenarnya.
Untuk menjawab dari dua pertanyaan tersebut dangan pasti oleh pemerintah perlu mengadakan sutu badan atau menunjuk suatu badan yang bertugas memberikan jawaban atas kedua pertanyaan tersebut, dengan kata lain badan tersebut bertugas menjamin kepastian hukum mengenai subjek hak, yaitu pemegang hak dan objek hak atas tanah dimana tanahnya itu sendiri dengan menguraikan dimana lebar, batas-batasnya dan luasnya. Beda yang diberi tugas inilah yang disebut Kadaster Hak.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Kadaster Hak adalah:
a.    Kegiatan dalam bidang Yuridis, yaitu pengumpulan data keterangan atau yang disebut menginventarisir:
1)    Hak Atas Tanah, hal ini mengenai  status hukum dari bidang tanah.
2)    Siapa sebagai pemegang hak atas tanah, hal ini sebagai subjeknya.
3)    Hak-hak beban-beban lain yang ada di atas bidang tanah.
Dengan adanya kegiatan ini dapat diperoleh data mengenai kepastian dari subjek hak atas tanah.
b.    Kegiatan dalam bidang Teknik Geodesi berupa pelaksanaan Pengukuran dan Pemetaan Tanah dengan hasilnya berupa peta-peta kepemilikan tanah dan surat ukur. Dengan demikian diperoleh kepastian tentang letak, batas dan luas bidang tanah yang menjadi objek atas tanah.
c.    Kegiatan dalam bidang administrasi berupa pembukaan kegiatan tersebut di atas, dalam bentuk daftar umum secara kontinyu  dan terus menerus.
d.    Pemberian surat-surat tanda bukti hak dan pemberian keterangan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berkepentingan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan hak atas tanah seperti tercantum dalam daftar umum.
Agar lalu lintas hukum mengenai hak-hak atas tanah dapat berjalan lancer, oleh pemerintah diselenggarakan suatu sistem Penyusunan mengenai hak-hak atas bidang tanah, demikian meliputi:
a.    Pengumuman mengenai subjek hak atas tanah sebagai hasil dari kegiatan yang dilaksanakan, dimana pengumuman dikenal sebagai memenuhi Asas Publisitet.
b.    Pengumuman mengenai letak, batas-batas dan luas bidang-bidang tanah yang dimiliki seseorang dengan sesuatu hak, yaitu objek hak atas tanah sebagai hasil dari kegiatan yang dilaksanakan dengan penggunaan dikenal sebagai memenuhi Asas Specialitet.
Dengan dilaksanakan pengumuman ini, tercapai tujuan Kadaster Hak, yaitu menjamin kepastian hukum demi hak-hak tanah, baik mengenai subjek hak atas tanah maupun objek hat atas tanah.
Kepastian hukum yang diuraikan di atas belum tercapai bila tidak diusahakan untuk meletakkan ketentuan-ketentuan hukum Pertanahan dan ditambah Peraturan Perundangan jadi berbentuk hukum yang tertulis. Dengan adanya hukumyang tertulis akan memudahkan masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana hukumnya secara pasti yang berlaku terhadap kasus-kasus yang dihadapinya.

JAMINAN KADASTER HAK

Dengan diberikannya surat-surat tanda bukti hak atas tanah sebagai alat pembuktian, maka Kadaster Hak ada dua macam sistem dari segi jaminan, yaitu:
a.    Sistem negative
b.    Sistem positif

SISTEM NEGATIF

Pada sistem ini jaminan lebih kuat diberikan kepada pemilik bidang tanah. Hal ini pemilik tanah dapat menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster, dan pihak ketiga tidak mendapat perlindungan sekuat itu, akan tetapi kelemaham dari sistem ini diimbangi oleh asas hukum yang umum, sehingga barang siapa yang bertindak dengan iktikad baik akan mendapat perlindungan. Perlindungan ini ada di tangan hukum yang dalam sengketa-sengketa di muka. Pengadilan akan menimbang berat ringan kepentingan-kepentingan hukum yang saling bertentangan.

SISTEM POSITIF

Pada sistem positif ini jaminan yang diberikan lebih kuat kepada yang memperoleh hak atau orang yang tercatat pada daftra umum. Itulah pemilik yang pasti. Pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bahwa suatu ketika mereka atau orang-orang yang tercatat pada daftar umum, akan kehilangan haknya atau dirugikan.
Jadi pihak ketiga mendapatkan perlindungan mutlak, dan bila ada pihak yang dirugikan maka dalam hal-hal tertentu mendapat pengganti kerugian berupa uang. Tiap pendaftar dan peralihan hak dalam sistem positif ini memerlukan pemeriksaan yang sangat teliti dan seksama, sebelum orang tersebut didaftarkan  sebagai pemilik.
Meskipun antara kedua sistem tersebut ada perbedaan tetapi dalam sistem tersebut tidak mengakibatkan seseorang tidak berhak menjadi berhak atas bidang tanah, atau membuat suatu yang tidak sah menjadi perbuatan yang menurut hukum.
Sistem negative dipakai antara lain di Negara Belanda dan Prancis, sedangkan sistem positif dipakai di Negara Jerman dan Swiss.. disamping kedua sistem yang disampaikan di atas, di banyak Negara dipakai sistem yng mirip dengan sistem di atas antara lain sistem Tarrents dan sistem Garundbuch. Tarrents antara lain dipakai Negara Australia dan Negara-negara Amerika Selatan serta di daerah bekas koloni Inggris, sedangkan Grundbuch di pakai di Siau (Thailand) dan Filiphina.

KADASTER DI INDONESIA

Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, dualisme mengenai hukum agrarian di Indonesia jadi hapus. Dengan undang-undang ini seluruh tanah dikuasai langsung oleh Negara, dengan kata lain Negara sebagai organisasi kekuasaan Bangsa Indonesia pada tingkat yang tertinggi mempunyai wewenang:
a.    Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan atas tanah-tanah di Indonesia.
b.    Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dimiliki atas tanah-tanah tersebut.
c.    Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum atantara orang-orang dan perbuatan hukum atas tanah itu.
Oleh karena itu, Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal 19 menginstruksikan kepada pemerintah agar diseluruh wilayah kekuasaan Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bersifat “rechts-kadaster”, yang bertujuan menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Penyelenggaraan tugas tersebut dibebankan kepada Jawatan Pendaftaran Tanah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah no.10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai landasan hukum pelaksanaan penyelenggaraan Pendaftaran Tanah.
Dalam garis besarnya, tugas tersebut meliputi:
a.    Mengadakan pengukuran dan pemetaan semua bidang tanah diseluruh Indonesia termasuk penyelenggaraan tata usahanya.
b.    Mendaftarkan hak atas tanah serta peralihannya dan memberikan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 itu sendiri baru dinyatakan berlaku pada tanggal 24 September 1961 di Jawa dan Madura. Selanjutnya untuk daerah-daerah lain di luar Jawa akan ditetapkan lebih lanjut oleh pemerintah secara berangsur-angsur. Hal ini mengingat akan keperluan daerah-daerah yang bersangkutan serta banyaknya tenaga alat dan biaya yang disediakan, seperti diketahui dari uraian terdahulu tenaga dan alat yang tersedia pada Jawatan Pendaftaran Tanah sesaat sebelum berlakunya UUPA masih sangat terbatas.
Sedangkan pekerjaan pengukuran dan pembuatan peta merupakan suatu pekerjaan raksasa yang memerlukan biaya yang sangat besar serta membutuhkan peralatan dan tenaga teknis yang tidak sedikit. Selanjutnya sistem pendaftaran tanah di Indonesia diusahakan agar merupakan suatu sistem yang:
a.    Sederahana dalam pelaksanaannya
b.    Sedapat mungkin disesuaikan dengan hukum adat yang masih berlaku.
c.    Mudah dipahami oleh rakyat banyak
d.    Dilakukan desa demi desa yang merupakan unit pemerintahan yang terendah.

PERIODE ANTARA (TRANSISI) SESUDAH BERLAKUNYA UUPA DAN SEBELUM BERLAKUNYA PP NO.10 TAHUN 1961

Periode ini diapat dinamakan periode peralihan, karena selama waktu tersebut semua hak barat atas tanah harus dikonversi ke dalam sesuatu hak yang disebut dalam UUPA. Penyelenggaraan pekerjaan ini dilakukan oleh kantor-kantor dari Jawatan Pendaftaran Tanah di daerah. Pengkonversian hak barat ke dalam suatu hak menurut UUPA dilakukan dengan mengingat akan macam hak barat tersebut serta status dan kewarganegaraan pemegang hak yang diatur dalam UUPA dan peratuan Menteri Agraria No.2 tahun 1960.
Tugas serta tatacara kadaster pada periode peralihan tersebut adalah sama seperti sewaktu sebelum diundangkannya UUPA dengan Agraria No.9 tahun 1959.
Hak-hak barat yang selama periode peralihan ini menjadi objek peralihan atau perbuatan hukum lainnya dalam akta yang dibuat waktu itu disebut dengan hak yang sesuai dari hasil penyelenggaraan konversi dengan menyebutkan juga bekas dari hak barat tersebut. Misalnya hak milik (bekas hak eigendom perponding no…). penyelenggaraan pendaftaran bekas hak barat tetap dilaksanakan oleh badan-badan yang menyelenggarakan hal itu sebelum diundanmgjkan UUPA. Begitu pula pendaftaran crediet verband tetap diselenggarakan oleh pamong setempat, yaitu asisten wedana atau wedana.

PERIODE SESUDAH BERLAKUNYA PP NO.10 TAHUN 1961

Tujuan pemerintah mengadakan pendaftaran tanah (kadaster) di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah untuk menjamin kepastian hukum. Jadi jelaslah bahwa maksud pemerintah disini adalah penyelenggaraan adanya suatu rechts-kadaster. Pendaftaran tanah yang dimaksud oleh Undang-undang disini meliputi:
a.    Pengukuran, pemetaan, dan pembukaan tanah
b.    Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah
c.    Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah harus juga diperhatikan dengan seksama mengenai dasar pemulaannya dan cara pemeliharaan selanjutnya.
Setidaknya meminta banyak pengorbanan yang berupa biaya, tenaga, dan waktu. Justru akan mengakibatkan hal yang lebih parah lagi yaitu jaminan kepastian hukum yang menjadi tujuan pemerintah dengan mengadakan kebijaksanaan di bidang agrarian  pada umumnya tidak akan tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar